IDXChannel- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) siap mendukung pengembangan budidaya jagung di Papua dan NTT untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.. Dukungan diberikan melalui pembangunan bendungan untuk untuk irigasi pertanian dan pengembangan food estate. Dukungan infrastruktur lain juga diberikan untuk mendukung peningkatan produksi dan ekspor jagung pada TigaAlasan Raja-raja Tidak Senang Anjing. Selain karena faktor najis dalam ajaran Islam, setidaknya ada tiga alasan yang menjadi alasan raja-raja Arab tidak menyenangi atau memelihara anjing, sebagaimana tulisan Ahmad Umar dalam Pertama, anjing bukanlah bagian dari tradisi umat Islam, dan yang melemahkan pandangan ini Bahkanbanyak yang memelihara di rumah untuk keamanan dan menjaga rumah. Terdapat 3 permasalahan yaitu: 1. Hukum memelihara anjing. Hukum memelihara anjing adalah tidak boleh apabila tidak ada hajat. Tetapi apabila ada hajat seperti untuk berburu atau menjaga rumah maka diperbolehkan. 2. Menurutfatwa Ulama Baladil Harom, memelihara ikan hias juga diperbolehkan selama tidak ada kezhaliman di dalamnya. 8. Tidak Boleh Memelihara Ikan untuk Mengadunya Walaupun ada beberapa jenis ikan aduan yang memang fungsinya untuk diadukan atau dilombakan. Apabila niat dari mengadu ikan tersebut sudah tidak baik maka hal itu bisa menjadi dosa. Adayang dilindungi dan ada yang tidak dilindungi. Sementara untuk burung cucak hijau hanya satu jenis dan dilindungi. Masyarakat yang ingin memelihara dua burung tersebut harus ada izin penangkaran. "Tapi kalau untuk mekanismenya nanti pemeliharaan untuk yang dilindungi tentu memakai mekanisme sesuai dengan aturan, melalui penangkaran. Suksesbudidaya durian tidak lepas dari pengendalian yang dilakukan. Semua jumlah buahnya sudah dihitung, dengan begini kemampuannya bisa mencapai maksimal. Pada masa awal penanaman sekitar 1 meter. Biasanya usia 3 sampa 4 tahun sudah bisa dipanen, tetapi ada juga yang mencapai usia 7 tahun. Tahunlalu saya memelihara seekor kucing, sampai pada kondisi dari satu ekor menjadi beberapa ekor. Selama itu tidak ada kendala dalam mengurus mereka, sampai dititik dimana kondisi fisik dan jiwa saya yang sedang tidak baik berimbas pada kurangnya perawatan kucing dan tempat tinggalnya. Namun tahukah kamu bahwa kita tidak bisa memelihara semua jenis binatang. Ada beberapa binatang yang tidak bisa kita pelihara, contohnya seperti binatang langka. Meskipun sudah ada larangan tertulis, sampai dengan saat ini penjualan binatang langka antar negara masih saja terus terjadi. Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh Memelihara Binatang Langka 7k5r. - Tren memelihara satwa liar di kalangan masyarakat bermunculan belakangan ini. Mereka yang memelihara satwa liar kebanyakan adalah tokoh masyarakat seperti influencer dan pejabat publik. Padahal, kedekatan mereka, bisa berbahaya bagi manusia dan mereka sendiri, apalagi jika dikelola dengan cara yang kurang tepat. Risiko dari kedekatan manusia dengan satwa liar adalah penularan virus zoonosis. Di alam liar, satwa memiliki virusnya masing-masing, jika jarak kehidupannya dengan manusia, penularan ke manusia sangat tinggi. Belum lagi, mungkin virus yang kita miliki juga bisa terpapar pada mereka. "Masalahnya, orang-orang ini punya pengaruh yang nantinya menjadi contoh," kata peneliti alumni Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Rheza Maulana. Dia menerangkan pendapatnya dalam program rutin National Geographic Indonesia Bincang Redaksi-54 bertajuk Salah Kaprah Kita dengan Konservasi Satwa pada 29 September 2022. "Orang Indonesia itu FOMO fear of missing out," tambah Nur Purba Priambada, supervisor animal management Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia YIARI lewat forum yang sama. "Kita lihat kalau awal-awal pandemi itu kita latah bersepeda, kita ikutan keluar bersepeda alih-alih diam di rumah saja." Satwa liar terancam karena habitatnya menipis. Mereka berpindah untuk beradaptasi dari kepunahan mereka karena alih fungsi lahan, perburuan, pembakaran dan penebangan hutan, dan krisis iklim. Berbagai penelitian menjelaskan, fenomena ini membawa manusia pada pandemi seperti yang dialami lewat COVID-19, virus nipah, dan cacar monyet. Fenomena pemeliharaan satwa liar ini jadi sorotan bagi Rheza terkait kedekatannya dengan manusia. Dia mempublikasikan penelitiannya di Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan pada 31 Agustus 2022. Makalahnya berjudul "Paradoks kepemilikan satwa liar, di tengah pandemi penyakit yang ditularkan oleh satwa liar." Dalam temuannya, tren pemeliharaan satwa liar, khususnya monyet peliharaan, berdasarkan konten di media sosial bermunculan sejak 2020. Awalnya, konten hewan sekadar hewan peliharaan, kemudian berkembang pada jenis satwa liar dan penjualannya. "Memelihara satwa liar itu bertentangan dengan kesejahteraan satwa serta berpotensi menyebarkan penyakit zoonosis. Memelihara satwa liar itu problematik," kata Purba yang merupakan dokter hewan. "Satwa liar. Jadi mereka adalah makhluk hidup yang bukan manusia dan tidak jinak. Ini memiliki hubungan dengan beberapa spesies lain dan hidup liar di daerah tanpa manusia, jadi ini ditekankan dulu," terang Rheza. Baca Juga Dunia Hewan Tak Semua Satwa Liar Pulih selama Kuncitara COVID-19 Baca Juga Dunia Akan Hadapi Kepunahan Masal Hewan di 2050, Ada Gajah Sumatra Baca Juga Keadilan untuk Orangutan Hukuman Selalu Ringan dan Kehilangan Habitat Baca Juga Eksploitasi Perdagangan Satwa Sebabkan Populasi Poksai Mantel Langka Misal, monyet berfungsi untuk kelanjutan ekosistem. Dia suka memakan buah, kemudian berpindah tempat dan membuang biji buah. Pada akhirnya biji yang dibuang menjadi pohon baru, dan menjadi tempat bernaungnya burung liar. "Satwa liar itu tidak sama dengan hewan peliharaan. Hewan peliharaan atau hewan domestik adalah satwa liar yang telah beradaptasi hidup berdampingan dengan manusia selama puluhan ribu tahun," lanjutnya. "Hal tersebut membuatnya terjadi perubahan genetik, baik sifat maupun fisik. Maka dapat mendampingi manusia sebagai peliharaan, sumber makanan, atau hewan pekerja." National Geographic Indonesia Bincang Redaksi-54 Salah Kaprah Kita dengan Konservasi Satwa dengan mengundang Rheza Maulana dan Nur Purba Priambada. Perbincangan diselenggarakan pada Kamis, 29 September 2022. Semua hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing, punya cerita bagaimana mereka bisa berdampingan dengan kita. Akan tetapi, jika kita berandai-andai jauh di masa depan dengan satwa liar dipelihara terus-menerus, akan ada ketidakseimbangan ekosistem liar. Semua spesies yang harusnya membantu alam bekerja, pada akhirnya mengalami perubahan sifat dan fisik yang lebih patuh dengan manusia. "Lagi pula buat apa pelihara-pelihara satwa liar? Toh, itu bukan kebutuhan pokok. Kalian tidak akan mati kalau tidak pelihara. Bukan kebutuhan dari sandang, pangan, papan," Rheza berpendapat. Dalam forum itu, saya bercanda, "mungkin sekarang kebutuhan kita berubah jadi sandang, pangan, papan, dan yang baru eksis flexing." Kami bertiga tertawa. Beberapa tokoh masyarakat yang punya pengaruh di media sosial selalu berdalih bahwa peliharaan mereka legal secara hukum. Namun, masalah pemeliharaan satwa liar bukan hanya sekadar antara legal atau tidaknya, tetapi juga pada perawatan dan konservasinya. Kalangan yang mengaku pencinta hewan dengan memelihara satwa liar dan menjadikannya konten mengatakan tindakannya sebagai edukasi. Sayangnya, ada beberapa hal yang kurang diperhatikan dalam memberikan perlakuan terhadap satwa liar yang dipelihara. "Basic pilar konservasi itu ada 3P, perlindungan, pengawetan, terakhir pemanfaatan," terang Purba. Perlindungan adalah bagaimana konservasi melindungi satwa di alam beserta alamnya. Kemudian pengawetan merupakan usaha agar satwa liar bisa hidup lebih lama, terjaga kesehatannya dari paparan penyakit, atau bagaimana mereka bisa bereproduksi. Setelah itu, ada pemanfaatan, di mana pihak yang memiliki satwa liar bisa memanfaatkannya untuk edukasi atau dirawat. "Tapi yang terjadi ke sininya, justru kalau dilihat bagaimana orang bisa memelihara satwa liar lebih ke pemanfaatan," kata Purba. Enrique Lopez-Tapia Kera ekor panjang Macaca fascicularis di Taman Nasional Gunung Leuser. Satwa liar punya hak untuk bisa hidup dan berperilaku sebagaimana mestinya di alam liar. Pemeliharaan mereka di ruang yang sempit, fasilitas tidak memadai, dan membuatnya tidak sejahtera, adalah kejahatan konservasi. Tokoh-tokoh yang memiliki satwa liar cenderung memanfaatkan mereka sebagai peliharaan dan tontonan publik dengan dalih mengedukasi. "Sementara kondisi di alamnya bermasalah, bahkan jadi justifikasi 'ini alam sudah tidak ramah, tidak aman buat si hewan jadi harus di rumah,' terus orang ikut-ikutan memelihara satwa liar," tambahnya. Padahal prinsipnya, konservasi harus fokus terlebih dahulu pada sektor perlindungan dan diikuti oleh pengawetan. Ketika populasi sudah aman, stabil, bahkan berlebih, baru bisa lanjut ke pemanfaatan. Baca Juga Cula Badak Sering Dipotong untuk Konservasi, Apakah Berbahaya? Baca Juga Mengapa Ada Begitu Banyak Keanekaragaman Hayati di Daerah Tropis? Baca Juga Lebih Banyak Spesies Terancam Punah dari yang Diperkirakan Sebelumnya Di bidang ilmiah, satwa liar dipahami juga terkait psikologisnya, atau biasa disebut dengan zoochosis. Setiap spesies, punya zoochosis berbeda untuk dirawat. Itu sebabnya, butuh keahlian yang mendalam untuk merawat mereka, apalagi jika yang dipelihara lebih dari satu spesies. Selain keahlian, pihak yang hendak merawat satwa liar harus memiliki fasilitas yang mumpuni. Misal, jika Anda hendak merawat harimau, Anda memerlukan sangkar yang sangat besar. Ukurannya harus bisa membuat harimau meluapkan kebiasaan alam liarnya. Atau jika Anda hendak merawat burung, sangkar yang digantung tidak cukup, perlu ada sangkar lebar yang bahkan ditumbuhi beberapa pohon di dalamnya. BIG/ArchDaily Kebun binatang 'Zootopia' di Denmark. Gagasan kebun binatang yang berfokus pada aktivitas satwa daripada manusia demi kelestariannya. Dalam penelitian lain, Rheza bahkan membuat desain ramah konservasi satwa liar untuk kebun binatang. Makalahnya dipublikasikan di IOP Conference Series Earth and Environmental Science pada Desember 2018. Konsepnya adalah agar kebun binatang tidak lagi berfokus pada pengunjung manusia, tetapi pada satwa agar bisa bergerak lebih luas. Konsep kebun binatang yang berfokus pada satwa liar daripada manusia sebenarnya sudah dikembangkan di beberapa negara Eropa. Rheza mencoba membuat desain untuk di Indonesia yang lebih kaya kehidupan hayatinya. Dalam perlindungan atau penyelamatan dan pengawetan, pihak swasta sudah diatur menjadi instrumen konservasi umum seperti kebun binatang. Pihak lainnya seperti taman margasatwa, kebun raya, dan museum zoologi. Instrumen lainnya adalah konservasi khusus, bertujuan untuk penyelamatan satwa. Contohnya seperti pusat rehabilitasi satwa, pusat konservasi khusus, pusat pelatihan gajah. Pada konservasi umum, mereka memiliki hak khusus untuk peragaan dan edukasi. Akan tetapi, kerap terjadi bahwa hewan di kebun binatang dimanfaatkan dengan tidak wajar. Misalnya harimau yang tenang agar pengunjung bisa berfoto, atau latihan kasar hewan untuk sirkus. Maka dari itu, pihak konservasi umum juga harus memedulikan etika dan kesejahteraan hewan. Selama ini, satwa liar bisa dirawat oleh masyarakat karena alasan agar menghindari perburuan satwa liar dan pasar satwa gelap. Itu sebabnya beberapa pihak yang memelihara satwa liar berani mengakui bahwa izin kepemilikannya legal. Namun, lagi-lagi pemeliharaan satwa liar tidak bisa sembarang orang, terutama awam yang tidak memahami ilmiahnya. Rheza dan Purba memandang bahwa peraturan konservasi di Indonesia sebagai dasar sudah cukup mantap. Masalahnya, pemahaman dan penerapan peraturannya sering diakali, sehingga butuh adanya pembaruan dari regulasi yang sudah ada. Peraturan konservasi mungkin bisa ditegaskan bagaimana sebaiknya pemanfaatan dilaksanakan. PROMOTED CONTENT Video Pilihan Saat Anda merasa kesepian atau membutuhkan teman, hewan peliharaan bisa menjadi teman baik Anda. Bahkan terkadang hewan peliharaan sudah seperti anggota keluarga saja. Memang, memelihara hewan memiliki manfaat untuk kesehatan juga untuk kesenangan hati. Karena itu, kematian hewan peliharaan bisa menjadi sangat menyedihkan. Namun, Anda harus tetap bisa menghadapi kematian hewan peliharaan kesayangan dengan baik. Bagaimana caranya? Simak di sini jawabannya. Mengapa kematian hewan peliharaan bisa sangat menyedihkan? Bagi banyak orang yang memelihara hewan peliharaan, hewan tersebut bukan hanya sekedar kucing atau anjing, tetapi bagian dari anggota keluarga, sahabat, pembawa kesenangan, serta sumber sukacita dalam hidup. Hewan peliharaan bisa menambah warna dalam aktivitas Anda sehari-hari, membuat Anda tetap aktif, membantu dan menemani Anda di saat apa pun. Oleh karena itu, ketika hewan peliharaan yang dicintai meninggal, maka wajar jika Anda merasa begitu kehilangan. Sementara setiap orang merespon rasa sedih yang berbeda, tingkat kesedihan yang Anda alami tentu tergantung pada faktor-faktor seperti usia dan kepribadian Anda, usia hewan peliharaan Anda, dan penyebab kematian hewan peliharaan. Secara umum, semakin penting hewan peliharaan bagi hidup Anda, semakin kuat rasa sakit yang Anda rasakan. Peran yang dimainkan hewan peliharaan Anda dalam hidup Anda juga bisa berdampak pada rasa sakit yang Anda alami. Misalnya, jika Anda hidup sendiri dan hewan peliharaan adalah satu-satunya teman Anda di rumah, berdamai dengan kematian hewan peliharaan bisa terasa sulit. Apalagi jika Anda memelihara hewan tersebut dari masih kecil, tentu rasa sedih akan semakin dalam. Meski begitu, bagaimana pun kondisi kehilangan Anda, ingatlah bahwa kesedihan bersifat pribadi bagi Anda. Jadi Anda tidak perlu malu tentang perasaan Anda, atau merasa tidak pantas untuk berduka. Meskipun kematian hewan peliharaan adalah bagian yang tak terelakkan dari memiliki hewan peliharaan, ada sejumlah cara sehat untuk mengatasi rasa sakit, berdamai dengan kesedihan, dan ketika waktunya tepat, mungkin Anda bisa membuka hati untuk memiliki hewan peliharaan baru. Jawaban tidak boleh sampai kelelahan Jawabana. bermain tidak boleh sampai kelelahanPenjelasansemoga membantu^^